Penafsiran autentik
Penafsiran autentik atau penafsiran resmi yaitu suatu penafsiran
hukum yang secara resmi terhadap maksud dari ketentuan suatu peraturan hukum
dimuat dalam peraturan hukum itu sendiri karena penafsiran tersebut secara asli
berasal dari pembentuk hukum itu sendiri.
Contoh penafsiran autentik adalah :
- Penafsiran kata “malam” yang
dalam Pasal 98 KUHP ditegaskan sebagai “masa di antara matahari terbenam
dan matahari terbit”.
- Penafsiran tentang tata cara
pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang dalam Pasal 1 Penetapan
Presiden No. 2 Tahun 1964 ditegaskan caranya, yaitu dengan cara
“ditembak”.
Penafsiran gramatikal
·
Penafsiran gramatikal yaitu suatu penafsiran hukum yang
didasarkan pada maksud pengertian perkataan-perkataan yang tersusun dalam
ketentuan suatu peraturan hukum, dengan catatan bahwa pengertian maksud
perkataan yang lazim bagi umumlah dipakai sebagai jawabannya.
·
Contoh penafsiran gramatikal adalah dalam Pasal 1 Penetapan
Presiden No. 2 Tahun 1964 yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukuman
mati di Indonesia hanya menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati dengan cara
ditembak. Tetapi meskipun demikian, secara gramatikal tentunya dapat
ditafsirkan bahwa penembakan itu bukanlah asal sembarang tembak, melainkan
penembakan yang menyebabkan kematian terpidana, atau dengan kata lain terpidana
ditembak sampai mati.
Penafsiran analogis
·
Penafsiran analogis adalah penafsiran hukum yang menganggap
suatu hal yang belum diatur dalam suatu hukum sebagai hal atau disamakan
sebagai hal yang sudah diatur dalam hukum tersebut, karena hal ini memang bisa
dan perlu dilakukan.
·
Contoh penafsiran analogis adalah tenaga listrik atau aliran
listrik yang sebenarnya bukan berwujud barang dianggap sama dengan barang atau
ditafsirkan sama, sehingga pencurian tenaga listrik atau aliran listrik dapat
dihukum, meskipun dalam undang-undang masalah pencurian listrik tersebut belum
diatur.
Penafsiran sistematis
·
Penafsiran sistematis yaitu penafsiran hukum yang didasarkan
atas sistematika pengaturan hukum dalam hubungannya antarpasal atau ayat dari
peraturan hukum itu sendiri dalam mengatur masalahnya masing-masing.
·
Contoh penafsiran sistematis adalah pengertian tentang “makar”
yang diatur dalam Pasal 87 KUHP secara sistematis dapat ditafsirkan sebagai dasar
bagi pasal-pasal 104-108 KUHP, Pasal 130 KUHP, dan Pasal 140 KUHP yang mengatur
tentang aneka macam makar beserta sanksi hukumnya masing-masing bagi para
pelakunya.
Penafasiran sosiologis
·
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran hukum yang didasarkan
atas situasi dan kondisi yang dihadapi dengan tujuan untuk sedapat mungkin
berusaha untuk menyelaraskan peraturan-peraturan hukum yang sudah ada dengan
bidang pengaturannya berikut segala masalah dan persoalan yang berkaitan di
dalamnya, yang pada dasarnya merupakan masalah baru bagi penerapan peraturan
hukum yang bersangkutan.
·
Contoh penafsiran sosiologis adalah orang yang dengan sengaja
melakukan penimbunan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat secara sosiologis
dapat ditafsirkan sebagai telah melakukan tindak pidana ekonomi, yakni tindak
pidana kejahatan untuk mengacaukan perekonomian masyarakat, meskipun tujuan
orang itu hanyalah untuk mencari laba yang sebesar-besarnya untuk dirinya
sendiri.
Penafsiran historis
·
Penafsiran historis adalah penafsiran hukum yang dilakukan
terhadap isi dan maksud suatu ketentuan hukum yang didasarkan pada jalannya
sejarah yang mempengaruhi pembentukan hukum tersebut.
·
Contoh penafsiran historis adalah dalam Burgerlijk Wetboek atau
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda tidak dikenal adanya adopsi
atau pengangkatan anak, kecuali bagi golongan Timur Asing Cina. Hal ini
secara historis bisa disa ditafsirkan dari sejarah kehidupan Bangsa Belanda
sendiri yang pada mulanya hidup bermarga-marga di mana ikatan keturunan darah
asli dalam suatu marga menjadi pegangan dasar kehidupan mereka. Akibatnya, demi
keaslian keturunan marga tersebut, maka mereka tidak membenarkan adanya adopsi.
Penafsiran ekstensif
·
Penafsiran ekstensif yaitu suatu penafsiran hukum yang bersifat
memperluas ini pengertian suatu ketentuan hukum dengan maksud agar dengan
perluasan tersebut, hal-hal yang tadinya tidak termasuk dalam ketentuan hukum
tersebut sedangkan ketentuan hukum lainnya pun belum ada yang mengaturnya,
dapat dicakup oleh ketentuan hukum yang diperluas itu.
·
Akibatnya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut
dapat dipecahkan dengan menggunakan ketentuan hukum yang isinya telah diperluas
melalui penafsiran ini, sehingga tidak perlu lagi repot-repot disusun suatu
ketentuan hukum yang baru lagi, yang khusus dibuat hanya untuk mengatur hal-hal
baru yang itu saja.
·
Contoh penafsiran ekstensi adalah Pasal 100 KUHP yang memperluas
pengertian “kunci palsu” dengan menegaskan : “yang masuk sebutan kunci palsu
yaitu sekalian perkakas yang gunanya tidak untuk pembuka kunci itu”.
Penafsiran restriktif
·
Penafsiran restriktif adalah penafsiran hukum yang pada dasarnya
merupakan lawan atau kebalikan dari penafsiran ekstensif.
·
Kalau penafsiran ekstensif bersifat memperluas pengertian suatu
ketentuan hukum, maka penafsiran restriktif justru bersifat meretriksi atau
membatasi atau memperkecil pengertian suatu ketentuan hukum dengan maksud agar
dengan pembatasan tersebut, ruang lingkup pengertian ketentuan hukum tersebut
tidak lagi menjadi terlalu luas sehingga kejelasan, ketegasan dan kepastian
hukum yang terkandung di dalamnya akan lebih mudah diraih.
·
Akibatnya dalam penerapan dan pelaksanaannya, ketentuan hukum
tersebut akan lebih mengena terhadap sasarannya karena memang maknanya sendiri
telah dibatasi dan diarahkan secara khusus kepada masalah yang menjadi sasaran
pengaturannya.
·
Contoh penafsiran restriktif adalah Pasal 15 ayat 3 KUHP yang
membatasi dan menegaskan pengertian “masa percobaan” dengan menetapkan : “tempo
percobaan itu tidak dihitung selama kemerdekaan si terhukum dicabut dengan
sah”.
Penafsiran a contrario
·
Penafsiran a contrario adalah penafsiran hukum yang didasarkan
pada pengertian atau kesimpulan yang bermakna sebaliknya dari isi pengertian
ketentuan hukum yang tersurat.
·
Contoh penafsiran a contrario adalah Pasal 77 KUHP yang
menegaskan bahwa hak (penuntut) untuk menuntut hukum terhadap tertuduh
menjdi gugur bila si tertuduh meninggal dunia.
·
Jadi, secara a contrario atau kebalikannya dapat ditafsirkan
bahwa kalau si tertuduh belum meningggal, hak penuntut untuk menuntut atas
dirinya belumlah gugur, sepanjang tidak adanya hal-hal lain yang juga dapat
menggugurkan hak penuntutan tersebut (seperti yang diatur Pasal 78 KUHP).
Penafsiran penyamaan atau penafsiran pengangkatan
·
Penafsiran penyamaan atau penafsiran pengangkatan adalah
penafsiran hukum yang sifatnya mengangkat kedudukan hal-hal yang lebih rendah
derajatnya dan menyamakannya dengan hal-hal yang lebih tinggi derajatnya, yang
tujuannya juga untuk penegasan kepastian hukum.
·
Contoh penafsiran penyamaan adalah penafsiran hukum yang
menyamakan kedudukan Perpu dengan kedudukan undang-undang dalam keadaan
darurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar